PERTANYAAN PLATO TENTANG CINTA

on Friday, November 12, 2010

Plato bertanya akan cinta dan kehidupan ...

Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya,
"Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya?"

Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas di depan sana.
Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah
satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap
paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta" .

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan
kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?"

Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan
tidak boleh mundur kembali (berbalik)".
Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak
tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak
kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh
lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak
sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"

Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta"



Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya,
"Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah
tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang
satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling
tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan
membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan
tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "Kali ini aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Aku berjalan dan melihat sebuah pohon yang ku rasa sangat baik. Karenanya segera aku tebang dan aku tidak lagi melihat-lihat pohon lain. Aku yakin bahwa pilihanku tepat dan segera membawanya ke sini."

Gurunya pun kemudian menjawab, "CINTA adalah ketika kamu dapat menahan keinginanmu akan kesempurnaan. Waktu tidak bisa berjalan mundur dan hanya cinta yang memungkinkan kamu menerima apa adanya. Lalu, PERNIKAHAN adalah kelanjutan dari CINTA itu sendiri, yaitu proses untuk mendapatkan kesempatan kedua. Ketika kamu terlalu menginginkan kesempurnaan dalam pernikahan, maka justru kamu tidak akan mendapatkan apa-apa."

CATATAN - KECIL :
Cinta itu semakin dicari, maka semakin
tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam
lubuk hati, ketika dapat menahan
keinginan dan harapan yang lebih.
Ketika pengharapan dan keinginan yang
berlebih akan cinta, maka yang didapat
adalah kehampaan... tiada sesuatupun
yang didapat, dan tidak dapat
dimundurkan kembali. Waktu dan masa
tidak dapat diputar mundur. Terimalah
cinta apa adanya.

Perkawinan adalah kelanjutan dari
Cinta. Adalah proses mendapatkan
kesempatan, ketika kita mencari yang
terbaik diantara pilihan yang ada,
maka akan mengurangi kesempatan untuk
mendapatkannya, Ketika kesempurnaan
ingin kita dapatkan, maka sia2lah
waktumu dalam mendapatkan perkawinan
itu, karena, sebenarnya kesempurnaan
itu hampa adanya

Read More >>

I Love U, Mom

on Sunday, October 10, 2010

Mom,
You know how much I love you
I need you forever, I'll stay by your side
I won't always please you
But I'll never stop trying
To be your number one

You understand me
You teach how to pray
And you play the game I love to play
I have no fear when you are near
You guide me through the darkest night
I love you Mom
You are my hero
And you are always in my dreams
You are my superstar

Mom,
I want you to help
To show me the way
Sometimes i might do wrong
But I'll never stop trying
To be your number one

I want to show you
I'll be as strong as you
When I grow up, I'll still look up to you
So have no fear, I'm always here
I'll always be my Mom's girl

You are in a million
And a million in one
Forever I want to, be by your side
You are in a million, show me the way
Guide me through my life

I love you, Mom

Love
Lie Young

Read More >>

Melakukan yang Terbaik

on Wednesday, April 21, 2010

Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun. Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu yang biasa dilakukannya pada malam hari.



“Aku tidak akan menikah lagi,” kata Sherri kepada ibunya. “Tidak ada yang dapat mencintaiku seperti dia”.
“Kau tidak perlu menyakinkanku,” sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa nyaman. “Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari penggantinya.”

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk tinggal bersamanya. Bersama-sama,mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu, Sherri selalu datang dan bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang diri.

“Pelatih”, panggilnya. “Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang? Ini sangat penting bagiku. Aku mohon?”

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola. Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

“Tentu,” jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah Luke. “Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu.”

Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir lapangan. “Pertandingan yang sangat mengagumkan,” katanya kepada Luke. “Aku tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang membuatmu jadi begini?”

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata “Pelatih, ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat kecelakaan itu, tetapi ia selalu menemaniku dalam setiap pertandingan. Namun Minggu lalu, Ibuku meninggal dunia” Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan terbata-bata “Hari ini, …hari ini adalah pertama kalinya kedua orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan mereka…” Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis. Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang pelatih, tetapi sebagai seorang anak…

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun ayah dan ibunya sudah pergi selamanya… Luke baru saja kehilangan seorang Ibu yang begitu mencintainya…

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya, membahagiakan mereka,membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk mereka. Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal seumur hidupnya…


Kisah ini dikutip dari buku “Gifts From The Heart for Women” karangan Karen Kingsbury; dan disebarkan melalui milis/forum diskusi.

Read More >>

Kecantikan Hanya Setipis Kulit Batasnya

on Monday, January 25, 2010


Permaisuri Raja Bimbisara bernama Ratu Khema, amat memuja kecantikan wajahnya. Ratu Khema telah mengucapkan permohonannya di kaki Buddha Padumuttara, ia ingin sekali mempunyai rupa dan wajah yang cantik. Tetapi ia mendengar bahwa Sang Buddha Gotama mengatakan, kecantikan bukan merupakan hal yang utama.


Pada kelahiran-kelahirannya yang terdahulu, Ratu Khema selalu menjadi wanita yang amat cantik. Raja Bimbisara yang mengetahui bahwa istrinya amat mengagumi kecantikan wajahnya lalu meminta pengarang lagu untuk menciptakan lagu yang memuji keindahan hutan Veluvana. Lagu itu kemudian dinyanyikan oleh para penyanyi terkenal.

Ratu Khema ketika mendengar lagu tersebut penasaran, karena Veluvana digambarkan sebagai suatu tempat yang indah itu belum pernah ia dengar dan lihat sendiri.
"Kalian bernyanyi tentang hutan yang mana?", tanyanya kepada para penyanyi.
"Paduka Ratu, kami bernyanyi tentang hutan Veluvana", jawab mereka. Ratu Khema lalu ingin sekali mengunjungi hutan Veluvana.
Sang Buddha yang ketika itu sedang berkumpul dengan murid-muridnya dan memberikan Ajarannya, mengetahui kedatangan Ratu Khema, lalu menciptakan bayangan seorang wanita muda yang amat cantik, berdiri di samping Sang Buddha.

Ketika Ratu Khema mendekat, ia melihat bayangan wanita muda yang amat cantik, ia berpikir,
"Yang saya ketahui Sang Buddha selalu berkata bahwa kecantikan bukanlah hal yang utama. Tetapi di sisi Sang Buddha sekarang berdiri seorang wanita yang kecantikannya luar biasa. Saya belum pernah melihat wanita secantik ini. Orang-orang itu pasti salah dalam menggambarkan pandangan Sang Buddha tentang kecantikan, betul-betul saya tidak mengira".

Ia tidak mendengarkan kata-kata yang diucapkan Sang Buddha, pandangannya tetap tertuju kepada bayangan wanita cantik di sisi Sang Buddha.
Sang Buddha mengetahui bahwa Ratu Khema amat serius memperhatikan bayangan wanita cantik itu, lalu Sang Buddha mengubah bayangan wanita muda yang amat cantik itu perlahan-lahan menjadi wanita tua, berubah terus sampai akhirnya yang tersisa hanyalah setumpuk tulang-tulang di dalam sebuah kantong. Ratu Khema yang memperhatikan semua itu lalu berkesimpulan, "Pada suatu saat nanti wajah yang muda dan cantik itu akan berubah menjadi tua, rapuh lalu mati. Ah, semua ini bukan kenyataan!".

Sang Buddha mengetahui apa yang ada dalam pikirannya, lalu berkata: "Khema, kamu salah. Inilah kenyataan perubahan dari kecantikan wajah! Sekarang lihatlah semua kenyataan ini".

Sang Buddha lalu mengucapkan syair : "Khema, lihatlah paduan unsur-unsur ini, berpenyakit, penuh kekotoran dan akhirnya membusuk. Tipu daya dan kemelekatan adalah keinginan orang bodoh".

Ketika Sang Buddha selesai mengucapkan syair ini Ratu Khema mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapana). Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya :
"Khema, semua makhluk di dunia ini, hanyut dalam nafsu indria, dipenuhi oleh rasa kebencian, diperdaya oleh khayalan, mereka tidak dapat mencapai pantai bahagia, tetapi hanya hilir mudik di tepi sebelah sini saja".
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:

"Mereka yang bergembira dengan nafsu indria,
akan jatuh ke dalam arus (kehidupan),
seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri.
Tetapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu,
mereka meninggalkan kehidupan duniawi,
tanpa ikatan serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria".

(Dhammapada, Tanha Vagga no. 14)

Setelah Sang Buddha selesai mengucapkan syairnya, Khema mencapai Tingkat Kesucian Arahat. Sang Buddha lalu berkata kepada Raja Bimbisara,
"Baginda, Khema lebih baik meninggalkan keduniawian ataukah mencapai Nibbana ?".

Raja Bimbisara menjawab: "Yang Mulia, ijinkanlah ia memasuki Sangha Bhikkhuni, jangan dulu mencapai Nibbana !".

Khema meninggalkan keduniawian dan menjadi salah satu murid Sang Buddha yang terkemuka.

Sumber : Samaggi-Phala.

Read More >>

Umat Buddha dan Solusi Kemarahan

on Sunday, January 24, 2010


Oleh : Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Mahathera

TIPE UMAT BUDDHA
Dapat diterangkan di sini bahwa tipe atau jenis umat Buddha itu ada
bermacam-macam. Jenis kelompok umat yang pertama adalah: Umat Buddha
KTP. Jadi ke mana-mana disombongkan: Ini lho, KTP saya: Buddhis!"
Kalau mereka ditanya, bagaimana riwayat Sang Buddha? Jawabnya: "Ah, itu
bukan urusan saya. Itu urusannya para bhikkhu dan para Dharmaduta.
Pokoknya saya Buddhis. Ditanya viharanya di mana. Jawabnya: "Bukan urusan
saya. Itu urusannya orang-orang yang mau jadi bhikkhu. Ditanya buku
parittanya apa, dijawab: Buku paritta bukan urusan saya. Saya susah
membaca paritta". Paritta apa saja yang dihafal? Jawabnya: Untuk apa
menghafal paritta? Lidah saya keseleo-keseleo!


Jadi kamu Buddhis-nya apa?
K-T-P! Toh kalau KTP-nya Buddhis, juga bisa masuk surga, cukup. Kalaupun
mau ditambah sedikit, pokoknya Buddhisnya sampai dupa. Kalau saya sudah
bisa pegang dupa, acung-acung dupa, jungkir balik di depan patung, saya
sudah Buddhis: Patung apakah itu? Tidak tahu. Pokoknya saya ikut yang
lain. Nah, ini golongan yang pertama. Amat menderita, Saudara.
Golongan yang kedua adalah golongan yang lebih baik daripada yang
pertama, yaitu yang disebut umat Buddha bergaya "Kapal Selam".
Saudara tentu pernah nonton film "The Man From The Atlantis",
bukan?
Di sana mereka selalu menggunakan kapal selam. Saudara perhatikan
kebiasaan kapal selam; kalau ada bahaya, dia turun, biar aman. Kalau mau
ketemu pejabat, dia naik. Nanti kalau santai-santai, nganggur-nganggur:
turun. Kalau mau jalan-jalan: naik. Nah, itu cerita film The Man From The
Atlantis. Ternyata cerita itu bukan hanya ada di televisi, tetapi di
vihara cerita itu bisa terjadi. Ada acara Waisak: muncul. Tidak ada
bhikkhu: tenggelam. Ada bhikkhu: naik. Ini tipe yang kedua.
Tipe yang ketiga adalah tipe yang paling ideal, yaitu umat Buddha yang
memang betul-betul mempelajari Dhamma dan melaksanakan Dhamma. KTP-nya
Buddhis, rajin datang ke vihara untuk berpuja-bakti, mendengar Dhamma,
serta melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari.

JENIS UKIRAN KEMARAHAN DAN SOLUSINYA

Di Bali saya lihat umat Buddhanya telah menunjukkan satu
kekompakan/persatua n di dalam mengembangkan Buddha Dhamma. Ternyata orang Bali, umat Buddha di Bali, bukan hanya terkenal bisa mengukir kayu,
mengukir barang-barang, meja-kursi, tapi juga bisa mengukir prestasi di
dalam memajukan umat Buddha. Oleh karena itu saudara tidak sia-sia menjadi
orang Bali. Bisa mengukir, tidak hanya mengukir patung, tapi juga mengukir
prestasi untuk memajukan agama Buddha. Dan saya harap, ukirannya jangan
berhenti sampai di sini. Ini hendaknya semakin dikembangkan, sehingga
ukiran prestasi atau kebajikan saudara itu semakin banyak, ke mana
akhirnya manfaat kebajikan ini juga menjadi milik saudara.
Berbicara tentang ukiran yang positif perlu saudara kembangkan, tetapi
yang negatif jangan dikembangkan. Apakah yang negatif itu? Sang Buddha di
dalam Anguttara Nikaya I ayat 283, bercerita tentang seni mengukir. Beliau
bercerita demikian. Saudara-saudara, ada jenis tukang ukir yang
bermacam-macam. Yang pertama adalah tukang ukir yang mengukir di batu
karang. Jadi ada batu karang yang besar, diukir. Saya tadi baru saja
datang dari Tanah Lot, di sana saya melihat batu karang yang besar sekali,
dan seperti diukir dindingnya. Begitu juga ketika ke Gunung Kawi, saya
melihat gunung batu yang diukir. Ini kepandaian orang Bali dalam hal
mengukir.. Sang Buddha mengatakan, ada orang-orang yang seperti orang yang
bisa mengukir batu cadas, batu karang. Bayangkan, saudara. Batu karang
yang teguh, yang kuat, seperti candi Gunung Kawi, diukir. Itu bisa
bertahan bertahun-tahun lamanya, bahkan ratusan tahun. Kalau itu ukiran
yang positif, tentu kita akan merasa senang dan bahagia. Tetapi seperti
saya katakan tadi, yang diceritakan Sang Buddha ini adalah jenis ukiran
yang negatif.. Orang yang mengukir seperti mengukir di batu karang itu
adalah diumpamakan orang yang kalau sudah jengkel, marah, atau benci, ia
menyimpan kejengkelan atau kebenciannya itu bukan untuk waktu 1-2 hari,
bukan untuk waktu 1-2 bulan, tetapi bertahun-tahun jengkelnya masih ada.
Itu seperti orang mengukir di batu karang, seperti mengukir Gunung Kawi.
Dari jenis yang pertama ini, saya ingin bertanya, apakah saudara punya
Gunung Kawi" di dalam diri saudara? Apakah masih tersimpan kejengkelan
saudara yang 10 hari yang lalu? Yang 10 tahun yang lalu?
Suami rewel, langsung dikatakan: "Memang kamu sudah rewel sejak
bertahun-tahun lalu". Demikian juga dengan sang suami, bila melihat
istrinya akan ke vihara make-up-nya saja lama sekali, lalu suami
mengatakan: Ayo cepat, ini sudah mau mulai kebaktiannya. Kamu pasang gincu
saja, masa begitu? Jambonnya itu terlalu muda.. Hapus. Ganti yang merah
tua. Wah, itu terlalu merah, kayak bikang ambon! Hapus. Ganti yang muda
lagi. Berkali-kali ganti sampai tissu satu dus habis untuk menghapus
pemerah bibir. Suaminya jengkel, kemudian mengatakan: Kamu ini dari sejak
menikah sampai sekarang punya anak-cucu, begini terus.
Kalau saudara masih mengucapkan kata-kata seperti itu, hati saudara itu
seperti Gunung Kawi, seperti batu karang di Tanah Lot yang diukir,
sehingga tidak bisa hilang kejengkelan, dendam saudara itu, baik kepada
pasangan hidup maupun kepada yang lain. Kalau sekarang kepada pasangan
saja tidak bisa memafkan sampai bertahun-tahun, apalagi sama teman. Kalau
di vihara kita melihat teman berbisik-bisik, tertawa cekikikan-cekikikan ,
saudara berkata: Awas kamu ya, kamu menggosipkan saya. Pokoknya selama
kamu belum meninggal, saya tidak akan pernah mau datang ke vihara. Jangan
harap saya akan menginjakkan kaki di rumahmu". Itu namanya kita mengukir
Gunung Kawi di dalam diri kita. Apakah saudara demikian? Saudara sendiri
yang bisa menjawabnya.
Jenis ukiran yang kedua, bukan mengukir di batu karang, atau di dinding
batu, tetapi mengukir di pantai. Tadi saya juga mengunjungi Pantai Sanur.
Saya cemplungkan kaki saya di pasir pantai, kemudian saya minggir. Tidak
lama, jejak telapak kaki saya hilang kena ombak. Tapi hilangnya setelah
ombaknya beberapa kali. Nah, saudara, Sang Buddha pun mengumpamakan
demikian; seperti orang mengukir di atas pasir. Ada ukirannya, ada
gambarnya, bisa bertahan untuk waktu yang sementara. Kalau yang pertama
tadi, waktunya tidak terhingga, sampai mendarah daging menulang sumsum
kebenciannya tidak bisa hilang. Tapi, kalau yang mengukir di atas pasir,
ini lain ceritanya. Jengkel sama temen, jengkel sama pasangan hidup, itu
wajar. Pasangan hidup masih punya kesalahan, itu wajar. Namanya saja
manusia yang masih punya rasa kebencian. Tetapi kalau kita seperti
mengukir di pasir, hendaknya janganlah untuk waktu yang lama.
Jenis berikutnya yaitu jenis yang ketiga. Kalau yang pertama adalah
mengukir di batu karang, jenis yang kedua mengukir di pasir, maka yang
ketiga adalah yang ideal, yaitu mengukir di atas air. Saudara nanti boleh
mencoba di bak mandi saudara. Tulis huruf A. Bekas garisnya ada, tetapi
langsung hilang. Demikian pula hendaknya apabila timbul kejengkelan,
kemarahan, ketidaksenangan di dalam hati kita, hendaknya jangan ditahan
seperti batu karang, bahkan juga jangan ditahan seperti lukisan di pasir,
tetapi hendaknya seperti kita melukis di atas air. Cepat hilang
kejengkelan itu. Nah, saudara, tiga jenis kejengkelan, tiga jenis ukiran
inilah yang mulai kita renungkan sekarang.
Idealnya kita tentu mau menjadi umat Buddha yang terbaik, bukan? Saya
yakin tidak ada yang ingin menjadi umat Buddha yang jelek-jelek, tetapi
pasti yang baik. Bahkan kalau bisa, yang terbaik. Menjadi umat Buddha yang
sungguh-sungguh mau mendengar Dharma, melaksanakan Dharma dengan baik,
bukan hanya umat Buddha KTP atau Kapal Selam. Demikian pula dengan
kesabaran, hendaknya seperti melukis di atas air. Tapi sekarang,
bagaimanakah caranya? Seseorang bisa jengkel, marah, atau tidak senang itu
karena ada sebabnya. Apakah yang menjadi sebab kejengkelan/ kemarahan?
Kalau kita marah kepada pembantu di rumah, apakah sebabnya? Apakah
karena pembantu kurang pintar? Ataukah saudara yang kurang pintar? Tentu
saudara menjawab, Pembantu yang kurang pintar. Kenapa demikian? Karena
kalau dia pintar, dia sudah jadi boss seperti saudara semua. Jadi, yang
kurang pintar itu siapa? Kita sendiri! Kalau misalnya ada pembantu yang
menutup pintu saja lupa terus, setiap hari mesti disuruh; kemudian kita
omeli;Kamu ini betul-betul bodoh ya, bodoh kayak kerbau. Masa diberitahu
untuk menutup pintu saja setiap hari tidak pernah ingat?
Kalau saudara renungkan baik-baik pembantu yang lupa-lupa terus itu
mungkin memang otaknya kurang lancar. Kalau saudara omeli sampai setengah
jam itu, sebetulnya saudara menjadi seperti dia. Karena dengan
ngomel-ngomel, saudara sendiri jadi tidak menutup pintu, pintunya terbuka
terus. Padahal kalau sudah tutup pintu itu, sudah selesai masalahnya.
Jadi kalau saudara ngomel, saudara marah, berarti saudara tidak
menyadari bahwa kemampuan orang itu jauh di bawah saudara. Berarti yang
kurang pintar bukan dia, tetapi saudara sendiri yang kurang pintar
memahami kenapa kok dia membuat kesalahan itu. Makanya secara Dharma, alam
sudah menunjukkan bahwa kalau satu jari menunjuk orang lain, maka tiga
jari menunjuk kepada diri sendiri. Kalau kita menunjuk: Kamu kurang
pintar!" Berarti 1 jari menunjuk dia, 3 jari menunjuk ke kita; berarti
kita ini 3 kali lebih "kurang pintar daripada dia. Maka dari itu
belajarlah dari alam, supaya tidak gampang-gampang kita menunjuk orang
lain: kamu bodoh, kurang pintar, buruk, dan sebagainya. Jadi yang pertama
harus kita renungkan bahwa sebetulnya mengapa saya marah? Mengapa saya
jengkel dengan dia? Itu semua sesungguhnya adalah karena keinginan saya
sendiri. Jadi penyebab dari kejengkelan, ketidaksenangan, atau kemarahan,
sesungguhnya adalah karena KEINGINAN sendiri.
Coba saudara yang sudah punya pasangan hidup, tanyakan,Kenapa saudara
sayang sama pasangan hidup saudara. Kenapa saudara kadang-kadang ingin
selalu dekat dengan pasangan hidup saudara? Kadang-kadang inginnya hanya
ngomong-ngomong bersama dengan pasangan hidup saudara. Kenapa? Karena
pasangan hidup saudara bisa memberikan apa yang saudara inginkan. Wah,
kalau saya ngomong-ngomong dengan dia, cocok sekali. Sehingga, karena
ngomong-ngomong terus, lalu lupa ke vihara! Atau Wah, saya ini kalau jalan
berduaan dengan dia, senang sekali, karena saya itu bisa mengikuti jalan
cepat. Kalau ingin jalan lambat sambil nonton-nonton toko, dia bisa ikut
pelan, bisa mengikuti keinginan saya. Saya ketemu dengan teman-teman, dia
bisa saya ajak dan tidak memalukan saya. Wah, saya bahagia.
Tetapi sebaliknya, dengan pasangan hidup juga bisa jengkel. Kenapa?
Karena pasangan hidup saudara tidak memuaskan keinginan saudara sendiri.
Diajak ngomong-ngomong: Bagaimana ya, situasi politik zaman sekarang?
Langsung pasangan hidupnya menjawab: Iya, situasinya tidak enak. Coba,
harga bawang sekarang naik. Ditanya: Bagaimana keadaan vihara sekarang,
apakah banyak kemajuan? Jawabnya: Ya, cukuplah. Tapi umat vihara yang dulu
itu pernah pinjam sendok, tidak dikembalikan. Padahal sendoknya antik,
itu. Bagaimana ya caranya kita minta kembali sendoknya sama dia? Wah, ini
sudah tidak cocok. Yang ditanya tentang vihara, jawabannya tentang sendok.
Yang ditanya soal politik, jawabannya bawang merah, bawang putih. Sudah
tidak karuan ini. Ah, malas saya ngomong-ngomong sama dia, enakan ke
vihara, pelarian. Daripada di rumah jengkel terus, stress, lebih baik ke
vihara saja, dengar-dengar Dhamma atau kadang-kadang di vihara ngaco-ngaco
saja, bisa juga begitu. Nah, saudara, mengapa kita jengkel dengan pasangan
hidup kita? Karena kita tidak ingin pasangan hidup kita itu melakukan
demikian. Sebaliknya kalau jalan; saya ingin cepat, pasangan hidupnya
pelan. Saya ingin pelan sambil nonton-nonton toko, dia malah ngebut, mau
cari toilet! Bagaimana ini? Wah tidak cocok. Lebih baik jalan sendiri
saja. Kenapa? Karena keinginan tidak tercapai. Begitu juga kalau ketemu
teman-teman, diajak ngomong-ngomong. Teman-teman bertanya, Bagaimana ini
pasangan hidupmu, bahagia ya, hidup rukun-rukun? Langsung sang istri
pasang muka merengut: Rukun apa. Itu kan hanya di depan umum. Kalau di
belakang, dia ngomel-ngomel terus sama saya, malah pernah mukulin saya
juga, koq. Sang suami lalu berpikir, Wah, ini menjatuhkan martabat dan
gengsi. Bisa repot. Ini memalukan saya. Sehingga istri tidak diajak
jalan-jalan lagi.
Nah, dari contoh-contoh tersebut, jelaslah kenapa kita senang sama
orang, kenapa kita tidak senang sama orang. Itu semua karena keinginan
kita. Kalau keinginan tercapai, saya senang. Kalau keinginan tidak
tercapai, saya tidak senang. Bukan hanya dengan pasangan hidup atau orang,
dengan benda, rumah/tempat, dengan musik, bacaan, apa saja, semuanya
tergantung kepada kesenangan saudara. Kalau kesenangan tercapai, saudara
senang, cinta, bahagia. Kalau kesenangan atau keinginan tidak tercapai,
saudara jengkel, emosi, marah. Kalau demikian, dapat kita simpulkan bahwa
marah adalah karena keinginan kita, setuju?
Kalau sekarang marah itu adalah karena keinginan, maka begitu kita
marah, hendaknya kita segera menyadari: "Ini keinginan saya. Saya ingin
apa sih? Saya ingin dia pintar seperti ini. O..., lalu saya lihat
kemampuannya, dia tidak bisa, ya sudah. Keinginan saya, saya turunkan.
Tidak usah terlalu menuntut. Kalau kita hanya memegang keinginan saja,
Pokoknya dia harus bisa menuruti omongan saya, maka kita akan menderita.
Menderita karena keinginan kita sendiri.
Dengan bisa memaklumi kekurangan orang lain, dan mengubah cara berpikir
atau keinginan kita, kita dapat mengurangi kemarahan. Jangan terlalu
menuntut terhadap orang lain, karena semua orang, semua barang, semua
benda itu ada kelemahannya, ada kekurangannya.
Jadi kalau saudara marah, ingat baik-baik: "Ini toh karena keinginan
saya. Lalu bagaimana renungannya supaya tidak sering marah? Bagaimana
mengendalikan kemarahan? Kita merenungkan demikian: Dia punya kekurangan,
tetapi juga punya kelebihan; demikian pula dengan saya. Tiada lagi
kemarahan di dalam diri saya. Nah, inilah mantranya. Mantra agar tidak
marah. Kalau kita mulai jengkel atau marah kepada seseorang, kita
merenungkan atau langsung mengatakan: Dia memang punya kekurangan, tapi
juga punya kelebihan. Begitu pula dengan saya. Tiada lagi kemarahan di
dalam diri saya. Melakukan perenungan ini, kalau pagi bangun tidur diulang
5 kali, malam mau tidur diulang 5 kali. Dan mulai membaca mantra ini sejak
hari ini. Kenapa demikian? Saya 'kan belum marah sama dia? Itu memang
benar. Tapi ini untuk siap-siap menghadapi munculnya marah itu. Sama
seperti saudara belum ketemu maling, tapi saudara sudah belajar kungfu.
Jangan belajar kungfu kalau malingnya sudah datang. Keburu benjol semua
kepala saudara. Belajar kungfu itu kalau malingnya belum datang, otomatis
jurusnya keluar. Demikian juga dengan kemarahan. Jangan menunggu akan
marah, baru merenungkan mantra itu. Mulailah sejak sekarang, mumpung belum
marah. Walaupun saudara adalah pasangan hidup yang serasi, saudara
hendaknya mulai berpikir demikian. Walaupun di pergaulan saudara tidak ada
masalah, mulailah saudara berpikir begitu. Sehingga nanti kalau ketemu
teman di organisasi yang menjengkelkan, saudara akan berpikir: Walaupun
dia punya kekurangan, toh dia juga punya kelebihan. Saya akan
mengingat-ingat kelebihannya.
Dengan demikian maka kejengkelan kita bisa kita kurangi, karena sumber
kejengkelan adalah pikiran kita, keinginan kita sendiri. Karena kita ingin
dia sempurna, dan tidak ingin dia tidak sempurna. Siapakah yang sempurna
dalam dunia ini? Tidak ada yang sempurna. Inilah yang perlu kita renungkan
di dalam hati. Jangan ngomong dia punya kelebihan dulu, karena kuman di
seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak nampak. Kesalahan
orang sedikit saja nampak, tetapi kebaikannya meskipun banyak, tidak
nampak. Karena itu kesalahan pada orang lain lebih mudah dilihat daripada
kelebihan dia. Karena itu kita ngomong dulu kekurangannya pada mantra
perenungan kita: Memang dia punya kekurangan, tapi dia pasti punya
kelebihan. Begitu pula saya. Tiada lagi kemarahan di dalam diriku. Ini
direnungkan terus. Kalau direnungkan terus, maka dalam waktu 1 tahun saya
akan melihat ukiran-ukiran di Gunung Kawi, yang berupa
kejengkelan- kejengkelan, emosi, kebencian, kemarahan, semuanya menjadi
hancur, lumat, rata dengan tanah. Tidak ada lagi emosi di dalam diri
saudara.
Tetapi ukiran-ukiran Gunung Kawi yang baik-baik, dengan mengenalkan
Dharma kepada lingkungan, keluarga, rekan-rekan dan kerabat saudara, akan
terus berjaya untuk waktu yang tak terbatas. Dan kalau saudara bisa
mengembangkan hal ini —ukiran yang positif bisa dipertahankan, ukiran yang
negatif tidak dilakukan—, maka kebahagiaan akan menjadi milik saudara.
Kebahagiaan tidak hanya saudara alami di dalam kehidupan ini, tetapi
kebahagiaan juga akan saudara alami setelah kehidupan saudara hidup di
duni aini. Artinya saudara pun akan bisa terlahir di surga karena kebaikan
saudara. KTP saudara Buddhis, juga bisa lahir di surga. Umat Buddha kapal
selam juga bisa lahir di surga. Umat Buddha yang sungguh-sungguh, akan
terlahir di surga untuk waktu yang lama dan berkali-kali.
Oleh karena itu lakukanlah kebaikan, karena kebaikan yang dilakukan
akan membuahkan kebahagiaan, baik di dalam kehidupan ini, maupun di dalam
kehidupan-kehidupan yang selanjutnya.
Semoga semua makhluk, baik yang tampak maupun yang tidak tampak akan
memperoleh kebahagiaan lahir dan batin, sesuai dengan kondisi karma
masing-masing. Dikutip dari Mutiara Dhamma VI
============ ========= ==

Semoga bermanfaat...
_/\_

Read More >>

Sudahkah Maitreya menjadi Budha ???

on Tuesday, September 29, 2009

Ajaran Buddha Gautama yang mulia lambat laun akan dilupakan oleh manusia, hingga suatu ketika tidak akan ada lagi ajaran Buddha di muka bumi ini, bahkan kata “Buddha” sendiripun saat itu tidak lagi dikenal oleh penghuni alam ini.

Lenyapnya ajaran Buddha ini tidak berarti bahwa Dharma mulia alam semesta hilang lenyap selamanya, karena kebenaran hukum alam semesta tidak akan pernah musnah. Ajaran Buddha hilang dari muka bumi ini karena tidak lagi ada yang menerapkan Dharma, tidak lagi ada yang menjalankan Vinaya, tidak ada lagi yang melaksanakan Sila. Dalam pengertian yang lebih sederhana, lenyapnya ajaran Buddha menunjukkan bahwa empat pilar Buddha Dharma, yakni Bhiksu (Bhikkhu), Bhiksuni (Bhikkhuni), Upasaka dan Upasika telah tidak dapat lagi dijumpai di celah manapun di dunia ini.


Lenyapnya ajaran Sang Buddha sesungguhnya sangat sejalan dengan ajaran Buddha itu sendiri, bahwa segala sesuatu yang saling bergantungan adalah tidak kekal, segala sesuatu yang berkondisi akan mengalami perubahan muncul dan lenyap secara silih berganti tiada henti. Demikian pulalah kehidupan manusia di alam ini beserta ajaran-ajaran yang ada akan muncul dan lenyap.

Demikianlah ajaran Buddha itu muncul dan lenyap, demikian pulalah dunia ini muncul dan lenyap. Pada masanya, bumi ini akan mengkerut dan kemudian hancur beserta seluruh isinya. Kemudian proses pengembangan bumi ini akan kembali terjadi hingga terbentuknya kembali alam kehidupan manusia di bumi ini. Proses kehidupan akan kembali terbentuk kala semua kondisi untuk itu telah terpenuhi. Manusia akan kembali menghuni bumi ini dan berbagai ajaran juga akan muncul, demikian pula ajaran kebenaran dari seorang Buddha akan kembali tampil dalam sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini.

Saat dunia ini mengalami kesemrawutan dan pandangan salah menguasai alam semesta, seorang Bodhisattva (calon Buddha) akan kembali terlahir di alam manusia, beranjak dewasa dan menyadari inti kehidupan yang tidak lepas dari samsara (penderitaan), kemudian meninggalkan kehidupan duniawi dan mencapai Penerangan Sempurna (Samma-Sambodhi) serta mengajarkan Dharma yang telah lama hilang dari muka bumi kepada manusia dan para dewa. Saat itulah menunjukkan dimulainya pemutaran kembali roda Dharma.

Kehadiran seorang Buddha di dunia ini ditandai dengan kondisi kevakuman Dharma dari Buddha sebelumnya. Ketika ajaran Buddha sebelumnya masih eksis (walau hanya ibaratnya setetes air di dalam samudra), Buddha penerus tidak mungkin datang ke dunia ini. Ketika masih ada empat pilar Buddha Dharma, maka Buddha tidak mungkin lahir ke dunia ini. Bahkan, ketika masih ada orang yang mengenali Dharma sebagai ajaran Buddha, maka adalah tidak mungkin bila mengatakan Buddha penerus telah hadir.

Bodhisattva Maitreya – kelak jauh di masa yang akan datang – akan terlahir sebagai manusia yang kemudian mencapai pencerahan sebagai seorang Buddha. Lalu dengan welas asihnya mengajarkan Dharma para Buddha yakni Dharma yang sama dengan Dharma yang diajarkan oleh Buddha Gautama yang saat itu sudah tidak ada lagi di muka bumi ini. Maitreya saat ini berdiam di Surga Tusita dalam kebahagiaan alam calon Buddha menunggu matangnya kondisi pendukung untuk lahir di alam manusia. Salah satu kondisi pendukung itu adalah sebagaimana yang telah disebutkan di atas sebagai prasyarat datangnya seorang Buddha.

Bumi ini tidak dapat menahan kekuatan parami (latihan kesempurnaan) dari dua orang Samma-Sambuddha. Jika Bodhisattva Maitreya datang, mencapai keBuddhaan dan membabarkan ajaran (Dharma) saat ini, maka bumi ini akan hancur berkeping-keping oleh kekuatan parami dari Buddha Gautama yang menjadi berlipat dengan munculnya kekuatan parami Bodhisattva Maitreya yang mencapai keBuddhaan saat ajaran Buddha Gautama masih eksis.

Lalu, kapankah tepatnya Bodhisattva Maitreya akan lahir, mencapai pencerahan dan memutar roda Dharma di alam manusia ini? Berbicara soal hitungan waktu, Buddha Gautama menyatakan bahwa Bodhisattva Maitreya akan datang setelah 56 koti kalpa tahun dalam hitungan bumi (manusia), dihitung dari saat Buddha Gautama membabarkan Sutra perihal kedatangan Maitreya sebagai Buddha. Perlu diketahui bahwa dari masa Buddha Gautama membabarkan Dharma hingga saat ini, satu kalpa tahun pun masih belum berlalu.

Jika bicara soal kondisi prasyarat datangnya seorang Buddha penerus, maka sangat jelas bahwa kondisi kedatangan Bodhisattva Maitreya masih belum terpenuhi. Seperti yang disebutkan di atas, jika masih terdapat ajaran Buddha sebelumnya, maka adalah tidak mungkin seorang Buddha penerus datang ke alam manusia ini. Apakah ajaran Buddha Gautama telah lenyap? Keberadaan Sangha (pesamuan agung para bhiksu/bhiksuni) merupakan satu bukti nyata bahwa ajaran Buddha Gautama masih belum lenyap hingga hari ini. Demikian pula dengan keberadaan Upasaka/Upasika yang semakin menunjukkan bahwa keempat pilar pelindung Dharma bukan saja belum lenyap, bahkan justru masih berdiri dengan kokoh. Selain itu, keberadaan Borobudur dan berbagai candi Buddhis lainnya juga merupakan perwujudan dari ajaran mulia Buddha Gautama. Ajaran Buddha Gautama ini terukir indah yang tampak dalam bentuk relief, mandala dan arsitektur candi. Ini adalah beberapa bukti otentik yang menunjukkan bahwa ajaran Buddha Gautama belum dilupakan dan masih eksis di muka bumi ini, dengan demikian dapat dipastikan bahwa Bodhisattva Maitreya masih belum turun dari Surga Tusita untuk lahir di alam manusia ini dan mencapai keBuddhaan.

Sebagaimana yang juga terjadi dalam setiap ajaran agama, ayat-ayat Kitab Suci yang menyangkut kedatangan seorang Buddha baru dalam ajaran Buddha, ataupun nabi-nabi dan guru besar dalam agama lain, seringkali disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu demi maksud-maksud tertentu. Oleh sebab itu, umat Buddha harus berhati-hati atas pemanfaatan ayat-ayat sabda Buddha Gautama yang diambil sepenggal-sepenggal dan diartikan dengan tanpa memperhatikan konteks keseluruhan dari ayat-ayat tersebut. Ada pihak-pihak tertentu yang mengatakan bahwa Buddha Maitreya telah datang ke dunia ini, argumentasi yang mereka gunakan adalah ayat sabda Buddha Gautama: “Setelah ajaranNya telah dilupakan orang, tidak ada lagi yang mengenali ajaranNya, maka akan datang seorang Manusia Buddha bernama Maitreya.”

Sesungguhnya pengutipan ayat tersebut adalah justru semakin membuktikan bahwa Buddha Maitreya belum datang. Karena yang dikutip adalah ajaran Buddha Gautama, bukankah ini secara tidak langsung menyatakan bahwa ajaran Buddha Gautama masih eksis di muka bumi ini? Sudah jelas sekali, eksistensi ayat sabda Buddha Gautama yang dikutip tersebut adalah bukti nyata bahwa ajaran Buddha Gautama masih eksis, dengan demikian kondisi prasyarat datangnya seorang Buddha penerus masih belum terpenuhi.

Pun yang lebih tidak benar adalah pernyataan bahwa dipercepatnya kelahiran Bodhisattva Maitreya menjadi Buddha adalah atas sabda sebuah kuasa yang jauh superior melebihi para Buddha. Dari mana munculnya sebuah kuasa yang tidak pernah ada dalam Dharma Buddha Gautama selama ini? Sungguh ironis, ajaran yang mengatasnamakan Buddha Maitreya tetapi justru merendahkan martabat para Buddha.

Sebagai siswa Buddha, kita harus berusaha meluruskan hal-hal yang menyimpang tersebut sebagaimana Buddha Gautama pada zamanNya menentang ajaran-ajaran yang kurang tepat maupun salah yang dapat menjadi penghalang bangkitnya Pandangan Benar (Samma-Ditthi) yang merupakan unsur pertama dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Pelurusan ini juga didasarkan pada rasa welas asih agar para penganut ajaran tidak benar ini tidak terseret ke alam neraka Avicci.

Terpujilah Buddha Sakyamuni yang telah mencapai Penerangan Sempurna, yang masih dapat ditelusuri bukti otentik tempat kelahiranNya, tempat pencapaian Penerangan SempurnaNya, tempat ParinirvanaNya (Parinibbana) serta pitaka (keranjang) DharmaNya yang mulia.

Read More >>

SUKA, SAYANG, CINTA???

on Friday, May 29, 2009

Saat kamu MENYUKAI seseorang, kamu ingin memilikinya untuk keegoisanmu
sendiri.
Saat kamu MENYAYANGI seseorang, kamu ingin sekali membuatnya bahagia dan bukan untuk dirimu sendiri.
Saat kamu MENCINTAI seseorang, kamu akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya, walaupun kamu harus mengorbankan jiwa kamu sendiri.


Saat kamu MENYUKAI seseorang dan berada disisinya maka kamu akan
bertanya, "Bolehkah aku menciummu?"
Saat kamu MENYAYANGI seseorang dan berada disisinya maka kamu akan
bertanya,"Bolehkah aku memelukmu?"
Saat kamu MENCINTAI seseorang dan berada disisinya maka kamu akan menggenggam erat tangannya...

SUKA adalah saat ia menangis, kamu akan berkata "Sudahlah, jangan menangis."
SAYANG adalah saat ia menangis dan kamu akan menangis bersamanya.
CINTA adalah saat ia menangis dan kamu akan membiarkannya menangis dipundakmu
sambil berkata, "Mari kita selesaikan masalah ini bersama-sama."

SUKA adalah saat kamu melihatnya, kamu akan berkata, "Ia sangat cantik/tampan
dan menawan."
SAYANG adalah saat kamu melihatnya, kamu akan melihatnya dari hatimu dan bukan dari matamu.
CINTA adalah saat kamu melihatnya, kamu akan berkata, "Buatku dia adalah
anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku..."

Pada saat orang yang kamu SUKA menyakitimu, maka kamu akan marah dan tak mau lagi bicara padanya.
Pada saat orang yang kamu SAYANG menyakitimu, kamu akan menangis untuknya.
Pada saat orang yang kamu CINTAI menyakitimu, kamu akan berkata, "Tak apa dia hanya tak tau apa yang dia lakukan."

Pada saat kamu suka padanya, kamu akan MEMAKSANYA untuk menyukaimu.
Pada saat kamu sayang padanya, kamu akan MEMBIARKANNYA MEMILIH.
Pada saat kamu cinta padanya, kamu akan selalu MENANTINYA dengan setia dan
tulus...

SUKA adalah kamu akan menemaninya bila itu menguntungkan.
SAYANG adalah kamu akan menemaninya di saat dia membutuhkan.
CINTA adalah kamu akan menemaninya tak peduli bagaimana pun keadaannya.

SUKA adalah hal yang menuntut.
SAYANG adalah hal memberi dan menerima.
CINTA adalah hal yang memberi dengan rela, TANPA PAMRIH

Ref : catatan Tonny Abadi

Read More >>